Scripture:
Markus 3:1-6
A.
PENDAHULUAN
Kehadiran Tuhan Yesus telah
menyedot perhatian begitu banyak orang, mulai dari kalangan masyarakat biasa sampai
kepada para pemimpin-pemimpin. Ada yang memiliki motivasi yang baik, namun ada
juga dengan motivasi yang tidak baik karena takut dengan persaingan.
Pada waktu Tuhan Yesus
masuk ke rumah ibadah pada hari sabbat, Ia menjumpai seorang yang sedang stroke,
dan Ia harus bertindak melakukan kebajikan, yaitu menyembuhkan orang itu. Di
lain pihak ternyata ada orang-orang Farisi yang sedang mengamat-amati dia,
kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu, dengan maksud untuk mencari-cari
kesalahan; “Mereka mengamat-amati Yesus,
kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat
mempersalahkan Dia.” (Ay. 2).
Orang-orang Farisi berusaha
untuk menaati peraturan-peraturan keagamaan tetapi lupa yang lebih penting dari
itu adalah berbuat kebajikan. Ketika Tuhan Yesus memprioritaskan kebajikan
lebih utama tanpa mengabaikan peraturan, orang-orang Farisi itu memprioritaskan
peraturan dan mengabaikan kebajikan.
Dalam pandangan Tuhan
Yesus, yang lebih utama adalah berbuat baik pada hari Sabbat (Ay. 4), tanpa
mengabaikan peraturan itu. Penjelasan Tuhan Yesus jelas di dalam Lukas 2:27-28,
“Lalu kata Yesus kepada mereka:
"Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,
jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.”
Jelas bahwa orang-orang
Farisi itu tahu berbuat baik, yaitu menolong orang yang lemah, tetapi tidak
melakukannya, mereka mencoba berlindung di balik peraturan dan mengabaikan
kebajikan. Menurut pemahaman orang-orang Farisi, berbuat baikpun tidak
diperbolehkan pada hari Sabbat, sehingga Tuhan Yesus memandang mereka sebagai
orang keras kepala atau degil (Ay. 5). Yakabus berkata bahwa; “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus
berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak. 5:17).
Apa yang dilakukan oleh
orang-orang Farisi pada hari sabbat bukanlah ibadah, karena mereka gagal paham
tentang kehendak Tuhan, berbuat baik untuk sesama pada hari Sabbat (Bdk. 1 Yoh.
4:20). Orang-orang Farisi mencoba mencari-cari kesalahan dalam kebajiban.
Dari
caranya, kita dapat melihat apa motivasi orang-orang Fasiri itu. Mereka tidak
beribadah pada hari Sabbat, tetapi mengabaikan kehendak Tuhan, kebajikan
dipandang sebagai pelanggaran. Mereka takut kehilangan popularitas sehingga
bersepakat untuk membunuh Tuhan Yesus (Ay. 6).
B.
IDE POKOK
Berdasarkan
sikap orang-orang Farisi itu kita akan melihat beberapa hal yang bertentangan
dengan kehendak Tuhan, yang menyebabkan mereka mencari-cari kesalahan dalam
kebajikan:
1.
Menempatkan
Peraturan yang Utama, tetapi mengabaikan kebajikan yang prioritas.
Menaati setiap peraturan yang
ada adalah bentuk ketaatan dan kepatuhan seseorang, tetapi sering sekali
peraturan yang dibuat manusia itu membelenggu manusia untuk berbuat kebajikan
yang prioritas. Peraturan itu penting dan memang harus ada, tetapi tidak boleh
kita sebagai orang yang munafik, mencoba menerapkan peraturan tanpa cacat,
tetapi lupa bahwa ada sesuatu yang lebih penting dan utama yang harus menjadi
prioritas.
Andai saja Tuhan Yesus menunda
berbuat kebajikan kepada orang Stroke itu sampai hari berikutnya setelah
Sabbat, bisa jadi akan meimbulkan keadaan yang lebih buruk lagi terhadap orang
tersebut bahkan kematian. Tuhan Yesus segera memanggil orang stroke untuk
sekaligus menjadi pelajaran kepada orang-orang Farisi bahwa, yang periritas
adalah kebajikan bukan peraturan (Ay. 3-4).
Peraturan itu penting, untuk
menata kehidupan yang lebih baik, tetapi jika ada sesuatu yang baik yang harus
segera dilakukan, tidak harus menunggu peraturan atau minta persetujuan.
Kadang-kadang karena peraturan
kita takut berbuat kebajikan. Sering terjadi, berbuat baik saja harus meminta
persetujuan. Ini akan menunda kita melakukan yang baik dan kita jatuh ke dalam
dosa (1 Yoh. 4:20). Jangan karena peraturan kita gagal berbuat baik (Ay. 6).
Carilah kesempatan untuk berbuat kebajikan, lihatlah apa yang prioritas.
2.
Takut
Kehilangan Popularitas, Menyalahkan Orang Lain Untuk Pembenaran Diri.
Takut kehilangan adalah
ketakutan semua orang, tetapi takut kehilangan karena kebajikan itu adalah
kebodohan. Itulah yang terjadi dengan orang-orang Farisi. Mencari pembenaran
diri dengan mencari-cari kesalahan orang yang berbuat baik untuk mendongkrak
popularitas dan bersembunyi di balik undang-undang atau peraturan.
Orang-orang Farisi melihat
kebajikan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang lemah dan
membutuhkan dipandang sangat berbahaya bagi dirinya sendiri. Karena pasti siapa
yang melakukan kebajikan yang akan diikuti, dihormati dan disegani banyak orang
dan orang-orang Farisi akan kehilangan popularitas.
Seharusnya mereka berpikir
untuk menjadi yang lebih baik, sibuk dengan membuat banyak kebaikan yang tulus,
jeli melihat kebutuhan orang-orang yang lemah dan membutuhkan jalan keluar.
Tetapi justru mereka sibuk untuk menjatuhkan orang lain (Ay. 2). Kebajikanlah
yang akan membawa seseorang memiliki pengaruh dalam masyarakat bukan
berpura-pura berlindung di balik peraturan tetapi tidak berbuat apa-apa.
C.
KESIMPULAN
Tidak
ada kebaikan bagi orang-orang yang berpura-pura berbuat baik. Berpura-pura taat
menjalankan setiap peraturan tetapi tidak berbuat apa-apa untuk kebaikan.
Peraturan penting, tetapi jangan peraturan itu membuat kita gagal melihat
prioritas.
Mengambil
keputusan untuk berbuat baik, tidak harus menunggu peraturan, kecuali
kasus-kasus tertentu yang memerlukan pertimbangan khusus. Tuhan Yesus telah
meberikan teladan yang baik bagi kita sebagai jawaban atas sikap orang-orang
Fasiri yang menempatkan peraturan yang utama, tetapi mengabaikan kebajikan yang
prioritas, mencari kesalahan orang lain hanya untuk menutupi kekuarangan diri
untuk mendongkrak popularitas.
D.
PENERAPAN
Sebagai
Orang yang percaya kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan teladan yang baik
kepada kita, maka kita harus melihat apa yang prioritas dalam hidup kita dalam
melakukan kehendak Tuhan. Jangan karena Peraturan yang dibuat oleh manusia,
kita takut melakukan kebaikan yang menguntungkan sesama kita.
Peraturan
dibuat hanya untuk menata kehidupan yang baik antar sesama manusia, tetapi
kebajikan adalah refleksi iman kita kepada Tuhan, sebagai wujud ketaatan kita
kepada kehendak-Nya. Mari kita gunakan setiap kesempatan untuk melakukan
kebajikan. Rasul Paulus mengatakan bahwa; “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena
apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik
kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman”. (Gal. 6:9-10).
Tuhan Yesus Memberkati.
No comments:
Post a Comment