Pembacaan Alkitab: Kisah Rasul 5:1-11
"Ada seorang lain yang bernama Ananias. Ia beserta isterinya Safira menjual sebidang tanah. Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul- rasul." (Ay. 1-2).
Sekilas nampaknya tidak ada yang salah dengan sikap Ananias dan Safira, Ia menjual tanah miliknya dan memberikan atau membawanya sebagian dari hasilnya kepada para rasul untuk dipersembahkan kepada TUHAN. Jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan pemberian atau persembahan kita. Namun jika kita memperhatikan dengan seksama, kita akan menemukan sebuah kesalahan yang sangat besar yang kemudian berakibat fatal bagi mereka, yaitu kematian (Ay. 5, 10).
Apa yang dilakukan oleh Ananias dan Safira tidak didasari dengan ketulusan dan keiklasan untuk memberi kepada TUHAN sebagai wujud ibadah dan rasa hormat mereka kepada kekudusan Allah. Mereka melakukannya atas dasar ikut-ikutan karena gengsi, melihat antusiame orang-orang percaya yang sudah memberi dengan keiklasan dan ketulusan hati mereka (bdk. Kis. 4:32-37). Ibadah mereka dilakukan setangah hati karena perasaan gensi dan malu jika tidak ikut memberi. Mereka hanya ingin tampil, tetapi hati mereka tidak tulus.
Karena ibadah yang mereka lakukan dengan setengah hati, itu akan mempengaruhi seluruh tatanan ibadah yang mereka lakukan. Inilah kenyataan yng terjadi:
1. Ibadah yang mereka lakukan tidak disertai dengan ketulusan dan keiklasan untuk memberi (Ay. 1-2). Hal ini nampak dari sikap mereka yang tidak jujur kepada TUHAN dalam memberi persembahan. Menodai ibadah yang kudus dengan mendustai Roh Kudus (Ay. 3).
2. Ibadah yang mereka lakukan tidak disertai dengan rasa takut dan hormat kepada TUHAN (Ay. 3-4, 9). Mereka merasa lebih takut kepada manusia dari pada hormat kepada TUHAN.
Kondisi hati yang demikian dimanfaatkan oleh iblis untuk meraih keuntungan, menolak pimpinan Roh Kudus untuk taat dan hormat kepada TUHAN (ay. 3). Akibatnya adalah; Allah menentang mereka dengan murka tanpa ampunan. TUHAN mencabut nyawa mereka seketika itu juga (Ay. 5-6, 10-11). Karena ibadahnya dilakukan dengan setengah hati, Ananias dan Safira kini telah berganti nama "Anda Naas dan Matilah".
Kisah ini mengajarkan kita bahwa, betapa pentingnya menjaga sikap kita dalam beribadah kepada TUHAN. Melayani dengan sepenuh hati dan rasa hormat kepada TUHAN. Janganlah kiranya ibadah kita berakhir "naas" yang kemudian berakibat pada kematian. Biarlah ini menjadi teguran keras bagi kita, supaya lebih sungguh-sungguh dalam ibadah dan pelayanan kita. Ibadah kita harus ditandai dengan ketulusan, hati yang bersih, taat dan rela berkorban kepada TUHAN. Ibadah kita harus didasari atas rasa takut dan hormat kepada TUHAN, bukan atas dasar gensi, malu dan ikut-ikutan, atau takut kepada manusia. Beribadahlah dengan rasa takut dan hormat kepada TUHAN (Mzm. 2:11-12). Amen!
Amourously Of Christ:
KeTUT MARDIASA
"Ada seorang lain yang bernama Ananias. Ia beserta isterinya Safira menjual sebidang tanah. Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul- rasul." (Ay. 1-2).
Sekilas nampaknya tidak ada yang salah dengan sikap Ananias dan Safira, Ia menjual tanah miliknya dan memberikan atau membawanya sebagian dari hasilnya kepada para rasul untuk dipersembahkan kepada TUHAN. Jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan pemberian atau persembahan kita. Namun jika kita memperhatikan dengan seksama, kita akan menemukan sebuah kesalahan yang sangat besar yang kemudian berakibat fatal bagi mereka, yaitu kematian (Ay. 5, 10).
Apa yang dilakukan oleh Ananias dan Safira tidak didasari dengan ketulusan dan keiklasan untuk memberi kepada TUHAN sebagai wujud ibadah dan rasa hormat mereka kepada kekudusan Allah. Mereka melakukannya atas dasar ikut-ikutan karena gengsi, melihat antusiame orang-orang percaya yang sudah memberi dengan keiklasan dan ketulusan hati mereka (bdk. Kis. 4:32-37). Ibadah mereka dilakukan setangah hati karena perasaan gensi dan malu jika tidak ikut memberi. Mereka hanya ingin tampil, tetapi hati mereka tidak tulus.
Karena ibadah yang mereka lakukan dengan setengah hati, itu akan mempengaruhi seluruh tatanan ibadah yang mereka lakukan. Inilah kenyataan yng terjadi:
1. Ibadah yang mereka lakukan tidak disertai dengan ketulusan dan keiklasan untuk memberi (Ay. 1-2). Hal ini nampak dari sikap mereka yang tidak jujur kepada TUHAN dalam memberi persembahan. Menodai ibadah yang kudus dengan mendustai Roh Kudus (Ay. 3).
2. Ibadah yang mereka lakukan tidak disertai dengan rasa takut dan hormat kepada TUHAN (Ay. 3-4, 9). Mereka merasa lebih takut kepada manusia dari pada hormat kepada TUHAN.
Kondisi hati yang demikian dimanfaatkan oleh iblis untuk meraih keuntungan, menolak pimpinan Roh Kudus untuk taat dan hormat kepada TUHAN (ay. 3). Akibatnya adalah; Allah menentang mereka dengan murka tanpa ampunan. TUHAN mencabut nyawa mereka seketika itu juga (Ay. 5-6, 10-11). Karena ibadahnya dilakukan dengan setengah hati, Ananias dan Safira kini telah berganti nama "Anda Naas dan Matilah".
Kisah ini mengajarkan kita bahwa, betapa pentingnya menjaga sikap kita dalam beribadah kepada TUHAN. Melayani dengan sepenuh hati dan rasa hormat kepada TUHAN. Janganlah kiranya ibadah kita berakhir "naas" yang kemudian berakibat pada kematian. Biarlah ini menjadi teguran keras bagi kita, supaya lebih sungguh-sungguh dalam ibadah dan pelayanan kita. Ibadah kita harus ditandai dengan ketulusan, hati yang bersih, taat dan rela berkorban kepada TUHAN. Ibadah kita harus didasari atas rasa takut dan hormat kepada TUHAN, bukan atas dasar gensi, malu dan ikut-ikutan, atau takut kepada manusia. Beribadahlah dengan rasa takut dan hormat kepada TUHAN (Mzm. 2:11-12). Amen!
Amourously Of Christ:
KeTUT MARDIASA