Pembacaan Alkitab: Mazmur 42: 2-6
Mungkin kita pernah diperhadapkan
dengan pertanyaan seperti ini atau yang serupa. Pertanyaan ini sebenarnya bukan
untuk mengetahui tentang eksistensi dan keterlibatan Allah dalam kehidupan
kita, melainkan sebagai bentuk ejekan untuk melemahkan keimanan kita kepada
Tuhan.
Mazmur ini adalah nyanyian ungkapan
kerinduan kepada Allah pada waktu kesesakan atau ketika menghadapi tekanan dan
pencobaan. Dalam situsai sulit, kadang-kadang yang percaya mengejek orang-orang
yang percaya kepada TUHAN dengan pertanyaan: “Di mana Allahmu?”.
Tentu ungkapan dalam pertanyaan ini
bukan datang dari orang-orang yang percaya melainkan orang-orang yang tidak
percaya kepada TUHAN yang mungkin artinya sama dengan pertanyaan-pertanyaan
yang sering kita dengar pada waktu kita berada dalam kesulitan. Orang-orang,
baik secara halus maupun berterus terang mengejek dan melemahkan iman kita, dengan
pertanyaan: Apakah Tuhanmu sanggup menolongmu? Apakah Tuhan masih peduli dengan
kamu? dan sebagaimanya. Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang
serupa dengan itu.
Secara manusiawi tentu hal tersebut
sangat menyakitkan dan menyesakkah di dada. Perhatikanlah bagaimana pengalaman
Bani Korah ketika ia harus diperhadapkan dengan pertanyaan “Di mana Allahmu?” Dalam ayat ke 4 ia
mengatakan bahwa; “air mataku menjadi
makananku siang dan malam, karena sepanjang hari orang berkata kepadaku: Di
mana Allahmu?.”
Dalam kondisi yang demikian sering
sekali kita tergoda untuk meragukan TUHAN dan menempatkan-Nya jauh dari pikiran
kita bahkan berpikir TUHAN tidak atau atau sudah tidak peduli dengan keadaan
kita, namun lihatlah bagaimana Bani Korah mengubah sikapnya terhadap tekanan
atau pertanyaan orang-orang yang tidak percaya, yang ditujukan kepada dirinya.
Pertanyaan ejekan itu dijadikan sebagai sarana untuk memacu dirinya untuk
bangkit dan menguatkan iman kepada Allahnya. Ia tidak lagi memandang hal itu
sebagai tekanan batin yang menyakitkan.
Bagaimana Bani Korah melakukannya?
1.
Ia Memacu Dirinya Untuk Lebih Giat Mencari Allah (Ay. 2-3, 5).
Tekanan atas pertanyaan orang-orang
terhadap dirinya “Di mana Allahmu?”
yang membuat Bani Korah menangis siang dan malam tidak selamanya membuat ia
terpuruk tetapi justru dijadikan sebagai sarana untuk melangkah mencari Allah
dan kehendak-Nya. Ia mau membuktikan kepada orang-orang yang tidak percaya
bahwa Allah itu ada (bnd. Ay. 8-9).
Ia mencari TUHAN dengan kerinduan dan
hasrat yang dalam. Ia menggambarkan kerinduannya kepada Allah seperti rusa yang
merindukan sungai yang berair (Ay. 2-3), dan ia tidak peduli dengan tantangan
apapun yang ada di depannya, tujuannya hanya kepada Allah (Ay. 5). Ini adalah
gambaran yang benar, kepada siapa kita berlari pada saat kita menghadapi
pencobaan. Bani Korah berlari ke arah dan tujuan yang tepat dan benar.
2.
Ia Bangkit dari Tekanan dan Menguatkan Imannya kepada Allah (Ay. 6).
Bani Korah tidak mau kalah dengan
tekanan yang menyesakkan dada itu. Ia tidak bangkit untuk melawan dengan
kekuatan fisik dan jawaban yang bersifat apologetik (pembelaan untuk pembuktian kebenaran) melainkan menguatkan imannya
dengan berharap kepada Allah saja. Ia mengubah cara pandangnya yang negatif,
yang telah banyak menguari air mata menjadi cara pandang yang positif dan penuh
gairah untuk bangkit dari keterpurukan dan berharap kepada pertolongan Allah
saja.
Bani Korah tidak lagi melihat tekanan
atas pertanyaan “Di mana Allahmu?”
sebagai masalah, melainkan sebagai sarana untuk
bangkit dan lebih giat dalam mencari Tuhan dan kehendak-Nya. Ia
memperkuat imannya serta membuat sebuah pengakuan iman bahwa Tuhan adalah
Penolong dan Allahnya. Ia tidak lagi menempatkan dirinya di atas tekanan orang-orang
yang tidak percaya kepada Tuhan tetapi kepada Allah. Ia mau menunjukkan bahwa
masalah itu kecil dan Tuhan itu besar. Ia bangkit, berharap dan bersyukur
kepada Tuhan (Ay. 6). Tuhan Yesus memberkati. #MDS
No comments:
Post a Comment