MEMPERINDAH KEHIDUPAN DAN MEMPERCANTIK HUBUNGAN DENGAN SESAMA



Pembacaan Alkitab: Roma 12:15

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!.” (Roma 12:15)


A.    INTRODUCTION
Ada pribahasa mengatakan “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” yang artinya bersama-sama dalam suka dan duka, baik buruk sama-sama ditanggung. Pribahasa yang umum dan cukup terkanal ini adalah sebagai bentuk solidaritas dalam kehidupan bersama, artinya tidak ada ketimpangan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Memiliki rasa tanggung jawab dan perasaan yang sama dalam berbagai segi kehidupan yang memerlukan penanganan secara bersama-sama dan berkeadilan.

Namun jauh sebelum pribahasa itu muncul, Kitab Suci sudah menuliskan sebagai nasehat oleh rasul Paulus, supaya umat Tuhan hidup dalam kesatuan hati, pikiran dan perasaan, atau sepenanggungan. Tidak ada orang yang tertawa di atas penderitaan orang lain dan tidak orang orang yang menangis sementara dalam waktu sama ada orang yang berkelimpahan dalam meluapkan kegembiraan, seakan-akan tidak ada tanda-tanda kesusahan yang menyertainya. Nasehat rasul Paulus supaya umat Tuhan dapat hidup secara berdampingan tanpa adanya pihak-pihak yang merasa diuntungkan dan dirugikan adalah; “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!.” (Roma 12:15).

Pesan rasul Paulus yang tersirat di dalam nasehat itu, bukan semata-mata supaya jemaat yang sudah percaya kepada Tuhan, menyetarakan status seseorang menjadi sama di mata orang lain, baik dalam hal ekonomi, maupun hal-hal yang lainnya. Hal ini sangat mustahil terjadi. Rasul Paulus sangat menjunjung kesatuan sebagai anggota-anggota keluarga Allah dalam hal saling mengasihi dan mencintai yang kemudian akan melahirkan karakter-karakter yang membuat mereka hidup dalam keseimbangan sosial.

B.     CONTENTS
Jika kita kembali memperhatikan pribahasa tadi dan nasehat rasul Paulus, maka kita akan menemukan sebuah pengertian sederhana namun akan sangat mungkin dapat mempererat tali silaturahmi kita dan memperhalus perasaan serta mempertebal iman kita untuk mengikis ketimpangan-ketimpangan yang ada dan menjadi kepedulian untuk saling berbagi baik dalam suka maupun dalam duka untuk memperindah kehidupan dan mempercantik hubungan kita dengan sesama.

1.      Empati dan Simpati.
Empati adalah keadaan mental seseorang yang membuat ia dapat mengindenfikasi keadaan sekitarnya dan merasakan bahwa ia berada dalam satu lingkaran atau satu perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Artinya kalau seseorang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain, ia akan tergerak hatinya untuk menjadi bagian mereka yang sedang berada dalam kesusahan, ikut menangis dangan orang yang menangis dan tidak menutup diri tetapi memberikan support dan dorongan untuk bangkit kembali dari keterpurukan yang sedang dialaminya.

Ada rasa simpati yang timbul dan menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu untuk menolong sesamanya. Bukan hanya berarti memberi bantuan materi, tetapi yang lebih penting adalah memberi dorongan moril yang bisa membuat seseorang merasa aman dan merasa diterima di lingkungannya sendiri. Tidak merasa diri tertolak dan tersingkirkan.

Tindakan kita kepada sesama dengan berempati dan bersimpati dengan orang lain yang sedang berada dalam kesusahan adalah suatu tindakan  berbagi kebahagian dan meringankan beban orang lain dan ini sebagai bentuk implementasi dari Roma 12:13; “Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!.” Dan dengan demikian secara tidak sadar, bahwa kita sedang melayani tamu-tamu sorgawi (bdk. Ib. 13:2).

2.      Kepekaan dalam Ketulusan dan Keiklasan.
Kepekaan kita akan menolong kita untuk merespon keadaan yang ada di sekitar kita, tapi kepekaan saja belumlah cukup, harus disertai dengan ketulusan dan keikhlasan untuk bertindak positif. Kepekaan tanpa ketulusan dan keikhlasan akan membuat kita menjadi manusia-manusia cuek dengan lingkungan bahkan dengan sesama kita yang membutuhkan perhatian, maka tidak ada yang dapat disebut seperasaan dan sepenanggungan. Akan ada orang yang tertawa diatas penderitaan orang lain dan yang menangis di balik kebahagiaan yang sedang dialami oleh orang-orang yang ada disekitar kita bahkan orang yang paling dekat dengan kita.

Ketulusann dan keikhlasan kita akan menolong orang yang sedang berada dalam kesusahan, tekanan, sehingga menjadikan masalahnya menjadi bagian yang harus kita selesaikan bersama. Ketika kita melayani orang yang sedang berkesusahan atau menanggung beban berat, kita sudah melakukan yang terbaik untuk Tuhan (bdk. Mat. 25:40, 45). Tetapi jika kita tahu bagaimana kita harus berbuat baik tetapi tidak melakukan, kita berdosa di hadapan Tuhan (bdk. Yak. 4:17).

C.    CONCLUSION
Ketika Jemaat atau umat Tuhan tidak lagi memiliki rasa empati dan simpati, tidak ada kepekaan dalam kerelaan dan ketulusan bagi sesamanya, yang ada kemudian adalah berusaha mempertahankan kepentingan diri sendiri, egoisme, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. mereka tidak akan pernah merasakan luka dan kepedihan atau kesusahan yang dialami oleh sesamanya, mereka akan terus tertawa di balik pilunya suara tangisan, maka akan sulit menciptakan keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan bersama, baik dalam jemaat, lingkungan dan masyarakat di mana kita berada.

Sebaliknya, jika kesadaran kita dibangun berdasarkan pada pengakuan bahwa kita juga membutuhkan orang lain, lalu kita berusaha untuk membangun hormony dengan sesama kita dengan memberi perhatian dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, maka itu akan memperindah kehidupan kita dan mempercatik hubungan dengan sesama. Beban kita menjadi ringan karena ada orang lain yang siap untuk menolong, menanggung beban kita karena iman dan kercayaan kepada Tuhan. Tumbuh kepedulian untuk bersama-sama dalam suka maupun dalam duka, dalam tertawa maupun dalam menangis.

D.    APPLICATION
Untuk mengimplementasikan kehidupan yang harmonis dalam komunitas dan masyarakat di mana kita berada, kita sebagai umat Tuhan, mari kita tumbuhkan rasa empati dan simpati, tumbuhkan rasa kepekaan yang disertai dengan keikhlasan dan ketulusan dalam hidup bersama.

Kita peduli dengan sesama yang sedang dalam kesusahan, berarti kita sedang memperingan beban mereka dan kita telah berbagi kebahagiaan dengan mereka. Inilah yang kita maksudkan dengan memperindah kehidpan dan mempercanti hubungan dengan sesama. “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!.” (Roma 12:15). (290117: Ketut Mardiasa).






MENGIMPLEMENTASIKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN

Pembacaan Alkitab: Roma 12:14

Menerapkan nilai-nilai kehidupan berdasarkan perintah Kitab Suci sangatlah sulit. Kita senang dan bahagia pada saat kita mendengar tentang janji-janji berkat, namun lupa bahwa, janji berkat tidak akan terwujud jika kita hanya menerima saja tanpa disertai dengan perjuangan untuk mewujudkannya terutama hidup takut akan Tuhan.

Nilai-nilai kehidupan yang akan menentukan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada TUHAN yang telah digariskan dalam Kitab Suci sering sekali berbalik melukai diri kita sendiri. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Tentu bisa, karena kita tidak siap menerapkan perintah agung, dan kita cenderung memuja perasaan dan memanjakannya. Untuk membuktikannya mari kita uji perasaan kita dengan menerapkan perintah ayat Kitab Suci ini; “Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk!” (Rm 12:14).

Ketika kita menguji diri kita, maka kita akan menemukan diri kita dengan sebenarnya. Mampukah kita menerapkan ayat tersebut di atas, yaitu “memberkati orang yang menganiaya kamu….”. Bagaimana mungkin kita memberkati orang yang menganiaya kita? Jangankan dianiaya, disenggol sedikit saja sudah menimbulkan reaksi marah. Janganlah disenggol fisiknya, disenggol perasaannya saja, sudah menimbulkan kebencian yang mendalam yang berujung pada permusuhan, atau minimal menutup diri dan tidak mau bertegur sapa. Ini baru satu ayat saja, masih banyak ayat-ayat Kitab Suci lainnya yang memerintahkan hal-hal yang lebih dari itu. Jika satu ayat saja sudah tidak mungkin kita implementasikan dalam kehidupan kita, maka tidak mungkin kita dapat mengimplementasikan yang lainnya, entah itu janji berkat, nasehat dan perintah-perintah yang lainnya.

Hal tersebut di atas akan sangat mempengaruhi tatanan kehidupan kita, baik dalam hubungan secara horizontal maupun secara vertical. Iman dan kepercayaan kita bukan lagi bergantung kepada Tuhan dan firman-Nya tetapi bergantung kepada keadaan. Maka ini tidak dapat disebut dengan orang beriman, sekalipun mereka nampak religious dalam segala bidang kehidupannya, rajin beribadah, mengasihi tergantung keadaan, manis tergantung situasi, hamble di tempat-tempat tertentu saja, sementara orang jahat pun dapat melakukan hal tersebut (bdk. Lukas 6:32). Lalu apa bedanya kita dengan mereka? Untuk masuk ke dalam kerajaan Sorga, TUHAN Yesus menasehatkan kepada kita, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Mat. 5:20).

Di lapangan kita menemukan seribu satu karakter manusia yang berbeda-beda, disitulah kualitas keagamaan kita akan teruji. Bagaimana kita menempatkan diri, berhadapan dengan begitu banyak manusia yang berbeda-beda karakter, berbeda keinginan, berbeda tujuan, berbeda motif dan lain sebagainya? Tentu tidak mungkin kita akan terus berhadapan dengan orang baik hatinya, lembut suaranya, manis sikapnya, rendah hatinya dan lain sebagainya. Bagaimana jika kita berhadapan dengan orang yang acuh tak acuh, tidak peduli lingkungan dan sesamanya, bertindak sesuka hatinya bak Sun Go Kong, nakal, liar, brutal, membuat semua menjadi gembar? Kita dingatkan kembali kepada Roma 12:14, bagaimana sikap kita? Mendoakan dan memberkatinya atau membenci dan mengutuknya? Tidak dapat dipungkiri bahwa kecenderungan hati manusia adalah membenci, tetapi ini sebagai bahan introspeksi diri untuk mengimplementasikan nilai-nilai kehidupan yang berdasarkan pada Kita Suci untuk menentukan mutu dan kualitas iman kepada Tuhan dan keagamaan kita kepada dunia. Tentu Tuhan tidak menuntut kesempurnaan makhluk yang terbatas untuk melakukannya tetapi kesungguhan walaupun belum mencapai tujuan yang diharapkan. (270117: Ketut Mardiasa)
Terima Kasih atas kunjungan dan dukungan anda. TUHAN Yesus memberkati. Semua Artikel dan Renungan yang ada di blog ini, boleh disalin/ dicopy tanpa ijin. Berikan Komentar dengan sopan dan dukung terus untuk kemuliaan nama TUHAN Yesus Juruselamat kita. Salam Dalam Kasih Kristus.

Contact Form

Name

Email *

Message *