HARMONI IRAMA KEHIDUPAN

Pembacaan Alikitab: Roma 15: 16-18


A.   PENDAHULUAN
Menyelaraskan irama kehidupan di dalam berbagai macam nada-nada perbedaan yang begitu kental telah menjadi “Bunga Tidur” yang tidak akan pernah ditemukan menjadi mekar ketika terjaga, bahkan wujudnya pun hanyalah sebuah harapan yang mustahil menjadi sebuah kenyataan. Nada-nada perbedaan memekik bertalu-talu menunjukan ciri khas dan jati dirinya masing-masing, dan sangat sulit untuk dipadukan menjadi gema irama dengan harmonisasi nada-nada yang berbeda. Inilah sebuah realita kehidupan yang sering memaksakan banyak orang memilih untuk hidup secara individu dan berusaha membebaskan diri dari  kelompoknya yang penuh dengan aturan-aturan yang harus dihormati dan ditaati bersama.

Kebebasan bukanlah alternatif yang menjadikan nada-nada perbedaan menjadi sebuah harmoni dalam kehidupan bersama, melainkan pilihan seseorang berdasarkan pada pandangan sempit yang tidak disadari, telah mengikis rasa persatuan, dan semakin menoljolkan perbedaan, memuja kebenaran diri yang tidak lain adalah keangkuhan yang mengaburkan nilai-nilai moral dalam kehidupan bersama. Inilah letak kegagalan terbesar dalam membangun komunitas yang harmonis.

Kalau demikian adanya, bagaimanakah kita dapat mewujudkan harmonisasi dalam dentuman nada kehidupan dalam hiruk pikuknya perbedaan dan kakunya nurani manusia yang cenderung individualistis?  Ini membutuhkan komitmen yang tinggi dari masing-masing individu yang dibangun berdasarkan keikhlasan untuk hidup bersama dalam suka dan duka (bdk. Rm. 12:12) dan kerelaan mengorbankan kepentingan diri untuk menyelamatkan keutuhan.

B.   IDE POKOK
Irama kehidupan akan menjadi harmoni bilamana tiap-tiap individu menjunjung tinggi nilai-nilai agung kebenaran Kitab Suci dan melaksanakannya dalam kesetiaan. Nasehat ini penting untuk menjadi fokus kita; Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama.” (Ay. 16a).

“Sehati” artinya satu hati atau seperasaan dan “sepikir” artinya satu pikiran atau sefakat dalam hidup bersama walaupun kental dengan perbedaan. Inilah yang disebut dengan harmonisasi. Untuk mempertahankan itu, rasul Paulus menambahkan poin penting ke dalamnya untuk memeliharanya.

1.    Mengelola Cara Kita Berpikir Dalam Hidup Bersama (Ay. 16b).
Cara manusia berpikir sangat mempengaruhi pola kehidupannya sehari-hari, mulai dari pikiran, perkataan dan tindakannya. Ketika manusia memikirkan hal-hal yang positif, maka ia akan mengimplementasikan tindakan-tindakan atau nilai-nilai kehidupan yang positif, demikian juga sebaliknya.

Dalam membangun kehidupan, pikiran negatif seseorang dapat merusak tatanan yang sudah dibangun dengan rapi dan terencana. Oleh karena itu perlu penyesuaian diri dalam berbagai perbedaan, saling merendahkan diri dalam hidup bersama  dan mulai memikirkan hal-hal yang paling sederhana untuk membangun keutuhan, “… janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”.  (bdk. Ams. 3:7).

Pikiran dapat menggerakan tujuan manusia, dan bahkan menjadi penentu dalam pengambilan keputusan. Jadi, jika pikiran tidak dikelola dengan baik, maka akan sangat mungkin manusia menentukan atau menetapkan pilihan yang salah sama sekali. Hal ini akan sangat merusak, sehingga irama kehidupan akan terdengar parau dan tidak sedap untuk didengar. Artinya tidak ada harmonisasi nada.

Hanya dengan mengelola pikiran dalam perbedaan hidup bersama, keutuhan akan tetap terpelihara dan kesatuan akan terjaga.

2.    Menata Kehidupan Dalam Hidup Bersama (Ay. 17-18).
Hidup manusia perlu di tata dengan baik. Cara menata kehidupan yang baik diawali dengan pola berpikir yang baik pula.

Menata kehidupan dalam perbedaan bukanlah hal yang mudah, seperti apa yang sudah disampaikan di awal bahwa; seperti “Bunga Tidur” yang tidak akan pernah ditemukan menjadi mekar ketika terjaga, tanpa adanya niat yang baik untuk menata kehidupan menjadi lebih bernilai.

Rasul Paulus mengatakan dengan jelas bahwa, “…lakukanlah apa yang baik bagi semua orang.” (Ay. 17b). Dengan berbuat baik, maka akan memperkecil bara api yang ditimbulkan karena gesekan-gesekan dalam perbedaan, serta dapat menahan diri untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Ay. 17a) melainkan dapat hidup dalam perdamaian dengan semua orang (Ay. 18).

Jika hidup manusia tidak ditata dengan berbagai kebajikan atau dengan berbuat baik kepada semua orang, maka setiap orang akan menjadi manusia yang memiliki emosi yang tidak terkontrol, mudah marah, mudah kecewa, mudah sakit hati dan bahkan mudah membenci sesamanya. Akhirnya nilai-nilai kehidupan untuk membangun sebuah harmonisasi hanyalah harapan yang terbukur dalam-dalam dan hanya menjadi sebuah mimpi yang perwujudannya tidak jelas, menguras banyak energy, tapi hasilnya adalah kemerosotan dan lunturnya nilai-nilai kesatuan.

Dengan menata kehidupan menjadi lebih baik di tengah-tengah kentalnya perbedaan, akan menolong manusia dapat hidup saling menghargai dan saling mengasihi sesamanya, sehingga tercipta harmonisasi irama kehidupan yang indah untuk dilihat, enak untuk di dengar dan sedap untuk dirasakan.

C.   KESIMPULAN
Nada-nada perbedaan akan terdengar indah menjadi alunan irama yang sedap di dengar dan manis dirasakan ketika manusia mau merendahkan diri dan menerapkan nilai-nilai kebenaran yang telah diajarkan dalam Kitab Suci.

Perbedaan yang ada bukanlah alasan untuk hidup secara individu, melainkan perbedaan itu harus menjadi sarana yang baik untuk menemukan tujuan kita bersama di balik peliknya jalan kehidupan yang penuh dengan misteri.

Kompleksitas kehidupan menjadikan “kesehatian” dan “sepikiran” menjadi urgensi yang tidak dapat dipungkiri untuk menciptakan harmonisasi yang dibangun dengan kesadaran yang dalam melalui pengelolaan pikiran yang baik dan penataan kehidupan dalam hidup bersama dengan menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada semua orang untuk menghindari terjadinya gesekan-gesekan yang berpotensi menimbulkan kerenggangan sosial.

D.   PENERAPAN
Sebagai umat Tuhan yang dipanggil untuk hidup dalam kesatuan hati dan pikiran, kita sumbangkan nada-nada perbedaan kita, bukan untuk menoljolkan diri lebih unggul dari orang lain, melainkan memadukannya menjadi harmoni irama kehidupan untuk memelihara keutuhan.

Penting kesadaran diri akan kebutuhan bersama, sehingga kita tidak lagi menunggu tetapi memulai dari diri sendiri. Mulai dari pengeloaan pikiran dan pola kehidupan yang baik dalam kehidupan bersama. Tuhan Yesus memberkati. (Ktut Mardiasa)

MEMPERINDAH KEHIDUPAN DAN MEMPERCANTIK HUBUNGAN DENGAN SESAMA



Pembacaan Alkitab: Roma 12:15

“Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!.” (Roma 12:15)


A.    INTRODUCTION
Ada pribahasa mengatakan “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” yang artinya bersama-sama dalam suka dan duka, baik buruk sama-sama ditanggung. Pribahasa yang umum dan cukup terkanal ini adalah sebagai bentuk solidaritas dalam kehidupan bersama, artinya tidak ada ketimpangan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Memiliki rasa tanggung jawab dan perasaan yang sama dalam berbagai segi kehidupan yang memerlukan penanganan secara bersama-sama dan berkeadilan.

Namun jauh sebelum pribahasa itu muncul, Kitab Suci sudah menuliskan sebagai nasehat oleh rasul Paulus, supaya umat Tuhan hidup dalam kesatuan hati, pikiran dan perasaan, atau sepenanggungan. Tidak ada orang yang tertawa di atas penderitaan orang lain dan tidak orang orang yang menangis sementara dalam waktu sama ada orang yang berkelimpahan dalam meluapkan kegembiraan, seakan-akan tidak ada tanda-tanda kesusahan yang menyertainya. Nasehat rasul Paulus supaya umat Tuhan dapat hidup secara berdampingan tanpa adanya pihak-pihak yang merasa diuntungkan dan dirugikan adalah; “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!.” (Roma 12:15).

Pesan rasul Paulus yang tersirat di dalam nasehat itu, bukan semata-mata supaya jemaat yang sudah percaya kepada Tuhan, menyetarakan status seseorang menjadi sama di mata orang lain, baik dalam hal ekonomi, maupun hal-hal yang lainnya. Hal ini sangat mustahil terjadi. Rasul Paulus sangat menjunjung kesatuan sebagai anggota-anggota keluarga Allah dalam hal saling mengasihi dan mencintai yang kemudian akan melahirkan karakter-karakter yang membuat mereka hidup dalam keseimbangan sosial.

B.     CONTENTS
Jika kita kembali memperhatikan pribahasa tadi dan nasehat rasul Paulus, maka kita akan menemukan sebuah pengertian sederhana namun akan sangat mungkin dapat mempererat tali silaturahmi kita dan memperhalus perasaan serta mempertebal iman kita untuk mengikis ketimpangan-ketimpangan yang ada dan menjadi kepedulian untuk saling berbagi baik dalam suka maupun dalam duka untuk memperindah kehidupan dan mempercantik hubungan kita dengan sesama.

1.      Empati dan Simpati.
Empati adalah keadaan mental seseorang yang membuat ia dapat mengindenfikasi keadaan sekitarnya dan merasakan bahwa ia berada dalam satu lingkaran atau satu perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Artinya kalau seseorang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain, ia akan tergerak hatinya untuk menjadi bagian mereka yang sedang berada dalam kesusahan, ikut menangis dangan orang yang menangis dan tidak menutup diri tetapi memberikan support dan dorongan untuk bangkit kembali dari keterpurukan yang sedang dialaminya.

Ada rasa simpati yang timbul dan menggerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu untuk menolong sesamanya. Bukan hanya berarti memberi bantuan materi, tetapi yang lebih penting adalah memberi dorongan moril yang bisa membuat seseorang merasa aman dan merasa diterima di lingkungannya sendiri. Tidak merasa diri tertolak dan tersingkirkan.

Tindakan kita kepada sesama dengan berempati dan bersimpati dengan orang lain yang sedang berada dalam kesusahan adalah suatu tindakan  berbagi kebahagian dan meringankan beban orang lain dan ini sebagai bentuk implementasi dari Roma 12:13; “Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan!.” Dan dengan demikian secara tidak sadar, bahwa kita sedang melayani tamu-tamu sorgawi (bdk. Ib. 13:2).

2.      Kepekaan dalam Ketulusan dan Keiklasan.
Kepekaan kita akan menolong kita untuk merespon keadaan yang ada di sekitar kita, tapi kepekaan saja belumlah cukup, harus disertai dengan ketulusan dan keikhlasan untuk bertindak positif. Kepekaan tanpa ketulusan dan keikhlasan akan membuat kita menjadi manusia-manusia cuek dengan lingkungan bahkan dengan sesama kita yang membutuhkan perhatian, maka tidak ada yang dapat disebut seperasaan dan sepenanggungan. Akan ada orang yang tertawa diatas penderitaan orang lain dan yang menangis di balik kebahagiaan yang sedang dialami oleh orang-orang yang ada disekitar kita bahkan orang yang paling dekat dengan kita.

Ketulusann dan keikhlasan kita akan menolong orang yang sedang berada dalam kesusahan, tekanan, sehingga menjadikan masalahnya menjadi bagian yang harus kita selesaikan bersama. Ketika kita melayani orang yang sedang berkesusahan atau menanggung beban berat, kita sudah melakukan yang terbaik untuk Tuhan (bdk. Mat. 25:40, 45). Tetapi jika kita tahu bagaimana kita harus berbuat baik tetapi tidak melakukan, kita berdosa di hadapan Tuhan (bdk. Yak. 4:17).

C.    CONCLUSION
Ketika Jemaat atau umat Tuhan tidak lagi memiliki rasa empati dan simpati, tidak ada kepekaan dalam kerelaan dan ketulusan bagi sesamanya, yang ada kemudian adalah berusaha mempertahankan kepentingan diri sendiri, egoisme, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya. mereka tidak akan pernah merasakan luka dan kepedihan atau kesusahan yang dialami oleh sesamanya, mereka akan terus tertawa di balik pilunya suara tangisan, maka akan sulit menciptakan keadilan dan keseimbangan dalam kehidupan bersama, baik dalam jemaat, lingkungan dan masyarakat di mana kita berada.

Sebaliknya, jika kesadaran kita dibangun berdasarkan pada pengakuan bahwa kita juga membutuhkan orang lain, lalu kita berusaha untuk membangun hormony dengan sesama kita dengan memberi perhatian dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, maka itu akan memperindah kehidupan kita dan mempercatik hubungan dengan sesama. Beban kita menjadi ringan karena ada orang lain yang siap untuk menolong, menanggung beban kita karena iman dan kercayaan kepada Tuhan. Tumbuh kepedulian untuk bersama-sama dalam suka maupun dalam duka, dalam tertawa maupun dalam menangis.

D.    APPLICATION
Untuk mengimplementasikan kehidupan yang harmonis dalam komunitas dan masyarakat di mana kita berada, kita sebagai umat Tuhan, mari kita tumbuhkan rasa empati dan simpati, tumbuhkan rasa kepekaan yang disertai dengan keikhlasan dan ketulusan dalam hidup bersama.

Kita peduli dengan sesama yang sedang dalam kesusahan, berarti kita sedang memperingan beban mereka dan kita telah berbagi kebahagiaan dengan mereka. Inilah yang kita maksudkan dengan memperindah kehidpan dan mempercanti hubungan dengan sesama. “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!.” (Roma 12:15). (290117: Ketut Mardiasa).






Terima Kasih atas kunjungan dan dukungan anda. TUHAN Yesus memberkati. Semua Artikel dan Renungan yang ada di blog ini, boleh disalin/ dicopy tanpa ijin. Berikan Komentar dengan sopan dan dukung terus untuk kemuliaan nama TUHAN Yesus Juruselamat kita. Salam Dalam Kasih Kristus.

Contact Form

Name

Email *

Message *