A. PENDAHULUAN
Menyelaraskan irama kehidupan di
dalam berbagai macam nada-nada perbedaan yang begitu kental telah menjadi
“Bunga Tidur” yang tidak akan pernah ditemukan menjadi mekar ketika terjaga,
bahkan wujudnya pun hanyalah sebuah harapan yang mustahil menjadi sebuah
kenyataan. Nada-nada perbedaan memekik bertalu-talu menunjukan ciri khas dan
jati dirinya masing-masing, dan sangat sulit untuk dipadukan menjadi gema irama
dengan harmonisasi nada-nada yang berbeda. Inilah sebuah realita kehidupan yang
sering memaksakan banyak orang memilih untuk hidup secara individu dan berusaha
membebaskan diri dari kelompoknya yang penuh
dengan aturan-aturan yang harus dihormati dan ditaati bersama.
Kebebasan bukanlah alternatif yang
menjadikan nada-nada perbedaan menjadi sebuah harmoni dalam kehidupan bersama,
melainkan pilihan seseorang berdasarkan pada pandangan sempit yang tidak
disadari, telah mengikis rasa persatuan, dan semakin menoljolkan perbedaan,
memuja kebenaran diri yang tidak lain adalah keangkuhan yang mengaburkan
nilai-nilai moral dalam kehidupan bersama. Inilah letak kegagalan terbesar
dalam membangun komunitas yang harmonis.
Kalau demikian adanya, bagaimanakah
kita dapat mewujudkan harmonisasi dalam dentuman nada kehidupan dalam hiruk
pikuknya perbedaan dan kakunya nurani manusia yang cenderung
individualistis? Ini membutuhkan
komitmen yang tinggi dari masing-masing individu yang dibangun berdasarkan
keikhlasan untuk hidup bersama dalam suka dan duka (bdk. Rm. 12:12) dan
kerelaan mengorbankan kepentingan diri untuk menyelamatkan keutuhan.
B. IDE POKOK
Irama kehidupan akan menjadi harmoni
bilamana tiap-tiap individu menjunjung tinggi nilai-nilai agung kebenaran Kitab
Suci dan melaksanakannya dalam kesetiaan. Nasehat ini penting untuk menjadi
fokus kita; “Hendaklah
kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama.” (Ay. 16a).
“Sehati” artinya satu hati atau seperasaan dan “sepikir”
artinya satu pikiran atau sefakat dalam hidup bersama walaupun kental dengan
perbedaan. Inilah yang disebut dengan harmonisasi. Untuk mempertahankan itu,
rasul Paulus menambahkan poin penting ke dalamnya untuk memeliharanya.
1.
Mengelola Cara Kita Berpikir Dalam Hidup Bersama (Ay.
16b).
Cara manusia berpikir sangat
mempengaruhi pola kehidupannya sehari-hari, mulai dari pikiran, perkataan dan
tindakannya. Ketika manusia memikirkan hal-hal yang positif, maka ia akan
mengimplementasikan tindakan-tindakan atau nilai-nilai kehidupan yang positif,
demikian juga sebaliknya.
Dalam membangun kehidupan, pikiran
negatif seseorang dapat merusak tatanan yang sudah dibangun dengan rapi dan
terencana. Oleh karena itu perlu penyesuaian diri dalam berbagai perbedaan,
saling merendahkan diri dalam hidup bersama
dan mulai memikirkan hal-hal yang paling sederhana untuk membangun
keutuhan, “… janganlah
kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada
perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!”. (bdk.
Ams. 3:7).
Pikiran dapat menggerakan tujuan manusia, dan bahkan menjadi
penentu dalam pengambilan keputusan. Jadi, jika pikiran tidak dikelola dengan
baik, maka akan sangat mungkin manusia menentukan atau menetapkan pilihan yang
salah sama sekali. Hal ini akan sangat merusak, sehingga irama kehidupan akan
terdengar parau dan tidak sedap untuk didengar. Artinya tidak ada harmonisasi
nada.
Hanya dengan mengelola pikiran dalam perbedaan hidup bersama, keutuhan
akan tetap terpelihara dan kesatuan akan terjaga.
2.
Menata Kehidupan Dalam Hidup Bersama (Ay. 17-18).
Hidup manusia perlu di tata dengan
baik. Cara menata kehidupan yang baik diawali dengan pola berpikir yang baik
pula.
Menata kehidupan dalam perbedaan
bukanlah hal yang mudah, seperti apa yang sudah disampaikan di awal bahwa; seperti
“Bunga Tidur” yang tidak akan pernah ditemukan menjadi mekar ketika terjaga,
tanpa adanya niat yang baik untuk menata kehidupan menjadi lebih bernilai.
Rasul Paulus mengatakan dengan jelas
bahwa, “…lakukanlah apa yang baik bagi semua orang.” (Ay. 17b). Dengan
berbuat baik, maka akan memperkecil bara api yang ditimbulkan karena
gesekan-gesekan dalam perbedaan, serta dapat menahan diri untuk tidak membalas
kejahatan dengan kejahatan (Ay. 17a) melainkan dapat hidup dalam perdamaian
dengan semua orang (Ay. 18).
Jika hidup manusia tidak ditata
dengan berbagai kebajikan atau dengan berbuat baik kepada semua orang, maka
setiap orang akan menjadi manusia yang memiliki emosi yang tidak terkontrol,
mudah marah, mudah kecewa, mudah sakit hati dan bahkan mudah membenci sesamanya.
Akhirnya nilai-nilai kehidupan untuk membangun sebuah harmonisasi hanyalah
harapan yang terbukur dalam-dalam dan hanya menjadi sebuah mimpi yang perwujudannya
tidak jelas, menguras banyak energy, tapi hasilnya adalah kemerosotan dan
lunturnya nilai-nilai kesatuan.
Dengan menata kehidupan menjadi lebih
baik di tengah-tengah kentalnya perbedaan, akan menolong manusia dapat hidup
saling menghargai dan saling mengasihi sesamanya, sehingga tercipta harmonisasi
irama kehidupan yang indah untuk dilihat, enak untuk di dengar dan sedap untuk
dirasakan.
C. KESIMPULAN
Nada-nada perbedaan akan terdengar
indah menjadi alunan irama yang sedap di dengar dan manis dirasakan ketika
manusia mau merendahkan diri dan menerapkan nilai-nilai kebenaran yang telah
diajarkan dalam Kitab Suci.
Perbedaan yang ada bukanlah alasan
untuk hidup secara individu, melainkan perbedaan itu harus menjadi sarana yang
baik untuk menemukan tujuan kita bersama di balik peliknya jalan kehidupan yang
penuh dengan misteri.
Kompleksitas kehidupan menjadikan
“kesehatian” dan “sepikiran” menjadi urgensi yang tidak dapat dipungkiri untuk
menciptakan harmonisasi yang dibangun dengan kesadaran yang dalam melalui
pengelolaan pikiran yang baik dan penataan kehidupan dalam hidup bersama dengan
menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada semua orang untuk menghindari terjadinya
gesekan-gesekan yang berpotensi menimbulkan kerenggangan sosial.
D. PENERAPAN
Sebagai umat Tuhan yang dipanggil
untuk hidup dalam kesatuan hati dan pikiran, kita sumbangkan nada-nada
perbedaan kita, bukan untuk menoljolkan diri lebih unggul dari orang lain,
melainkan memadukannya menjadi harmoni irama kehidupan untuk memelihara keutuhan.
Penting kesadaran diri akan kebutuhan
bersama, sehingga kita tidak lagi menunggu tetapi memulai dari diri sendiri.
Mulai dari pengeloaan pikiran dan pola kehidupan yang baik dalam kehidupan
bersama. Tuhan Yesus memberkati. (Ktut Mardiasa)